Kilas balik awal mula berdirinya Klub Arema
Ketika Kompetisi Galatama semarak di beberapa kota besar, Malang tenang tenang saja. Kalau mau menyaksikan pertandingan Galatama, orang Malang harus lari ke Surabaya untuk menyaksikan Niac Mitra. Padahal Malang layak untuk mendirikan sebuah klub Galatama. Namun Arema pun berdiri.
Bagaimana sejarah Arema? "Papi minta ada klub Galatama di Malang." Sepenggal kalimat yang diucapkan Ir Lucky Acub Zaenal kepada Ovan Tobing itulah, barangkali menjadi tonggak awal berdirinya sebuah tim kebanggaan kota Malang yang kini dikenal dengan nama Arema Singo Edan.
Konteks panggilan Papi yang dimaksud adalah julukan Brigjen (Pur) Acub Zaenal, yang tak lain adalah ayah Lucky sendiri. Sebagai Administrator Galatama saat itu, 'jenderal' demikian Acub Zaenal akrab dipanggil, memang berobsesi Malang punya klub Galatama. Keinginan menggebu 'jenderal', bermula ketika dia hadir di Stadion Gajayana menyaksikan duel Persema Malang, Perseden Denpasar dan Persegres Gresik. Banyaknya penonton yang menyaksikan pertandingan itu.
Selang beberapa hari kemudian, Acub mengutus Lucky untuk menemui Ovan Tobing. Kebetulan, Ovan saat itu adalah Humas Persema. "Bang, Papi minta ada klub Galatama di Malang," ujar Lucky kala itu kepada Ovan menyampaikan pesan sang ayah. Di Malang, memang sudah berdiri klub sepak bola Armada`86 milik Dirk Soetrisno atau yang biasa dipanggil Derek--almarhum.
Derek pun lantas dirangkul. Harus diakui, awal berdirinya Arema tidak lepas dari peran besar Derek dengan Armada 86-nya. Nama Arema awalnya adalah Aremada--gabungan dari Armada dan Arema. Namun nama itu tidak bisa langgeng sehingga beberapa bulan kemudian diganti menjadi Arema`86.
Sayang, upaya Derek untuk mempertahankan klub Galatama Arema`86 banyak mengalami hambatan, bahkan tim yang diharapkan mampu berkiprah di kancah Galatama VIII itu mulai terseok-seok karena dihimpit kesulitan dana.
Dari sinilah, Acub Zaenal dan Lucky lantas mengambil alih dan berusaha menyelamatkan Arema`86 supaya tetap survive. Setelah diambil alih, nama Arema`86 akhirnya diubah menjadi Arema dan ditetapkan pula berdirinya Arema Galatama 11 Agustus 1987 sesuai dengan akte notaris Pramu Haryono SH--almarhum--No 58.
"Penetapan tanggal 11 Agustus 1987 itu, seperti air mengalir begitu saja, tidak berdasar penetapan (pilihan) secara khusus," ujar Ovan mengisahkan. Hanya saja, kata Ovan, dari pendirian bulan Agustus itulah kemudian simbol Singo (Singa) muncul. "Agustus itu kan Leo atau Singo (sesuai dengan horoscop)," imbuh Ovan.
Dari sinilah kemudian, Lucky dan, Ovan mulai mengotak-atik segala persiapan untuk mewujudkan obsesi berdirinya klub Galatama kebanggaan Malang. Segala tetek-bengek mulai pemain, tempat penampungan (mess pemain), lapangan sampai kostum mulai diplaning. Bahkan, gerilya mencari pemain yang dilakukan Ovan satu bulan sebelum Arema resmi didirikan.
Pemain-pemain seperti Maryanto (Persema), Jonathan (Satria Malang), Kusnadi Kamaludin (Armada), Mahdi Haris (Arseto), Jamrawi dan Yohanes Geohera (Mitra), sampai kiper Dony Latuperisa yang kala itu tengah menjalani skorsing PSSI karena kasus suap, direkrut.
Bahkan pelatih sekualitas Sinyo Aliandoe, juga bergabung. Hanya saja, masih ada kendala yakni menyangkut mess pemain. Beruntung, Lanud Abd Saleh mau membantu dan menyediakan barak prajurit Pas Khas untuk tempat penampungan pemain. Selain barak, lapangan Pagas Abd Saleh, juga dijadikan tempat berlatih. Praktis Maryanto dkk ditampung di barak. "TNI AU memberikan andil yang besar pada Arema," papar Ovan.
Niat baik Lanud Abd Saleh yang mengulurkan tangannya dengan menyediakan mess kepada Arema merupakan suatu hal yang luar biasa. Praktis sejak saat itu, mereka ditampung di barak dalam rangka mempersiapkan sebuah tim solid yang mampu berbicara banyak. Selain barak, lapangan Pagas Abd Saleh, juga diperuntukkan sebagai tempat berlatih.
"TNI AU memberikan andil yang besar pada sejarah perkembangan Arema," papar Ir Lucky Acub Zaenal. Karena sampai Arema 'besar' (sekarang), Lapangan Pagas masih menjadi tempat berlatih pemain-pemain Arema. Menariknya, saat itu pemain-pemain Arema berlatih fisik layaknya prajurit militer.
Maryanto dkk digembleng fisik di hutan yang masih berada di kawasan Lanud Abd Saleh. Pemain berlari zig-zag diantara rimbunnya pohon. Sebagai klub yang baru berdiri di kancah Galatama, keberadaan Arema sempat menarik perhatian khalayak. Bagaimana sih tampilan tim baru itu? Beruntung, debut perdana Arema kala itu mampu menarik perhatian publik Malang.
Arema mendapat kesempatan langka untuk uji coba dengan tim elite asal Negeri Ginseng Korea Selatan (Korsel), Haleluya. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Kesempatan itu diperoleh Arema sewaktu Haleluya sedang melakukan pertandingan eksebisi di Indonesia.
Kemudian digandenglah Haleluya untuk bertanding dengan Arema di Stadion Gajayana. Awal debut Arema itu mendapat perhatian besar masyarakat. Mereka berbondong-bondong ke Gajayana. Tiketpun ludes. Ternyata, laga perdana Arema tidak seperti yang diharapkan. Di lapangan Arema menjadi bulan-bulanan pemain-pemain Haleluya yang sarat pengalaman.
Kekalahan 5-0 tanpa balas itu berbuntut kekecewaan penonton. Makian dan umpatan tak habis-habisnya dialamatkan kepada 'bayi' Arema. Pokoknya entek-entekan (habis-habisan). Sekedar catatan, salah satu pemain Haleluya yang berlaga di partai eksebisi dengan Arema kala itu, ternyata diketahui sebagai kakak kandung Han Yong Kuk, legiun asing asal Korsel yang dimiliki Arema diguliran LI VII 2001.
Namun, Arema terus berbenah. Pelajaran mahal dari Haleluya dijadikan acuan untuk perkembangan ke depan. Cacian maupun makian dijadikan cambuk. Toh, berdirinya Arema juga sempat mengundang kecurigaan aparat waktu itu. Maklum, sebutan Arema identik dengan dunia sindikat, geng, dan segala tetek-bengek berbau kriminal.
Buntutnya, Ovan Tobing terpaksa harus bolak-balik untuk dimintai keterangan aparat TNI. Namun, lewat upaya keras yang meletihkan, akhirnya Arema yang motivasi awal didirikan untuk mengangkat martabat dan harga diri warga Malang itu perlahan-lahan mulai berkibar
0 komentar:
Posting Komentar